PAPER KOMUNIKASI INTERNASIONAL | KRISIS KOMUNIKASI INTERNASIONAL & PROPAGANDA



PAPER KOMUNIKASI INTERNASIONAL  


KRISIS KOMUNIKASI INTERNASIONAL & PROPAGANDA
By: Romi Ramdhani


KATA PENGANTAR



Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah mencurahkan segala rahmat dan karunia-Nya kepada kita semua hingga akhirnya saya bisa menyelesaikan tugas mata Kuliah Regulasi Media dengan judul Paper “KRISIS KOMUNIKASI INTERNASIONAL & PROPAGANDA”

Sebelumnya saya juga sangat menyadari bahwa dalam penulisan paper ini masih banyak kelemahan dan kekurangannya. Oleh karena itu, segala bentuk saran, kritik dan masukan yang bertujuan untuk lebih menyempurnakan paper ini dengan senang hati akan saya terima dan bisa untuk perbaikan kedepannya nanti. 

Akhir kata semoga apa yang tertuang dalam paper ini bisa bermanfaat bagi kita semua.



Sumbawa, Desember 2018



Ihromi Ramdhani Eka Putra

PENDAHULUAN



A.      Latar Belakang

Komunikasi Internasional memiliki peranan yang sangat penting dalam memperkuat kesatuan dan eksistensi sebuah negara. Dalam artian, posisi sebuah negara dalam kancah internasional sangat ditentukan oleh sejauh mana negara tersebut mampu melakukan komunikasi internasional dengan baik.

Dalam melakukan kebijakan/aktifitas komunikasi internasional, baik dalam perspektif propagandistik, kulturalistik, jurnalistik, bisnis, maupun diplomatik, sebuah negara harus benar-benar mempertimbangkan segala aspek kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi. Baik yang dilakukan melalui jalur diplomasi maupun hubungan bilateral, dan sebagainya.

Namun dewasa ini, komunikasi International justru menjadi ladang propaganda untuk saling mendukung, menjatuhkan ataupun mengadu domba antar Negara satu dengan yang lainnya. Maka dari itu melalui paper ini saya akan membahas atau mengangkat pembahasan terkait krisis komunikasi International & propaganda yang terjadi di era saat ini.


PEMBAHASAN



A.              Apa Itu Krisis Komunikasi

Krisis komunikasi merupakan sub-spesialisasi profesi PR yang dirancang untuk melindungi dan membela individu, perusahaan, atau organisasi dalam menghadapi tantangan publik untuk reputasinya. Tantangan-tantangan tersebut bisa dalam bentuk investigasi dari badan pemerintah, tuduhan kriminal, penyelidikan media, gugatan pemegang saham, pelanggaran peraturan lingkungan hidup, atau beberapa skenario lain menyangkut hukum, etika, atau laporan keuangan.

Perkembangan media barupun khususnya media sosial, pada dasarnya telah mengubah sifat penanganan krisis komunikasi. Dalam lingkungan informasi baru sekarang ini, praktis siapa pun bisa membuat dan menyebarkan konten "berita" melalui berbagai saluran/platform yang tersedia. Konsumen atau calon konsumen bebas menuliskan dan menyebarluaskan pengalaman baik dan buruknya dalam mengomsumsi merek, produk atau jasa melalui jejaring social atau media massa online.

Selain itu, kemampuan internet untuk menyediakan akses konten secara instant selama 24 jam non stop terkonsolidasi dan terindek melalui mesin pencari contohnya Google, telah membuatnya menjadi sumber berita utama publik.



B.               Krisis Komunikasi Internasional

            Seiring dengan tingginya intensitas komunikasi dan kerasnya upaya untuk mencapai kepentingan dan tujuan, maka tak jarang terjadi krisis komunikasi. Krisis ini terjadi karena adanya perbedaan atau pertentangan pendapat, serta akibat benturan kepentingan atau tujuan yang tidak sampai pada suatu titik temu.

Persoalan-persoalan yang terjadi kaitannya dengan dunia komunikasi internasional merupakan suatu realitas yang harus ditinjau secara lebih spesifik berdasarkan  perspektif-perspektif tertentu. Untuk itu, dibawah ini akan dijelaskan salah satu persoalan atau kasus yang sempat menjadi grand issue dalam komunikasi internasional dari salah satu perspektif komunikasi yakni Propaganda.



C.              Invasi AS - Irak

Pada tahun 2003, Amerika Serikat dengan dibantu Inggris serta beberapa negara lainnya melancarkan serangan invasi ke Irak. Berdasarkan keterangan dari Presiden AS, George W. Bush dan Perdana Menteri Inggris, Tony Blair, alasan dari invasi ke Irak ini adalah untuk melucuti senjata pemusnah massal (weapon of mass destruction), mengakhiri dukungan Saddam Hussein terhadap terorisme, serta untuk membebaskan rakyat Irak. Sementara Tony Blair sendiri mengatakan bahwa pemicu utama serangan itu adalah ketidakmauan Saddam untuk menyerahkan senjata pemusnah massal baik itu berupa senjata nuklir, biologis, maupun kimiawi.

Invasi Amerika ke Irak tidaklah pernah lepas dari sorotan media. Sebagian besar jaringan televisi berusaha menggerakkan masyarakat dengan menayangkan acara-acara yang berkesan mendukung serangan itu. Masyarakat sendiri terbukti enam kali lebih menyukai sumber-sumber informasi yang menyuarakan pro-invasi dibandingkan yang menentang invasi. New York Times, salah satu harian paling berpengaruh di Amerika, berkali-kali menerbitkan artikel yang menggambarkan berbagai usaha Saddam Husein dalam membuat senjata pemusnah massal. Lebih jauh lagi, terdapat berbagai usaha menghubung-hubungkan Saddam Husein dengan Osama bin Laden dan peristiwa serangan teroris pada gedung WTC tanggal 9 September 2001. Namun ternyata pemberitaan-pemberitaan tersebut belum tentu benar adanya. Bahkan pernah New York Times terpaksa mengeluarkan pemberitahuan tertulis bahwa salah satu artikel mereka yang berjudul “U.S Says Hussein Intensifies Quest for A-Bomb Parts” (“Amerika Serikat Mengatakan Hussein Menggalakkan Pembuatan Onderdil Bom-A”) adalah bias dan tidak akurat.

Dunia bukannya menutup mata akan alasan-alasan yang diberikan Amerika melalui medianya. Sejak awal, telah muncul berbagai protes dan mosi ketidaksetujuan akan diadakannya invasi. Pada Januari 2003 CBS mengadakan sebuah polling yang hasilnya adalah sebagian besar warga Amerika menyetujui tindakan militer terhadap Irak, tetapi 63% dari mereka lebih menginginkan penyelesaian damai dibanding jalan kekerasan, dan mereka juga percaya bahwa tindakan-tindakan terorisme terhadap Amerika hanya akan bertambah jika invasi benar-benar dilakukan. Begitu pula pada negara-negara sekutu Amerika seperti Jerman, Perancis dan Kanada yang tidak mendapati bukti adanya sejata pemusnah massal dan memang menganggap penyerangan terhadap suatu negara adalah tidak dibenarkan.

Tanggal 15 Februari 2003, terjadi demonstrasi besar-besaran menolak invasi Irak yang terjadi di Roma dan diikuti oleh tiga juta orang demonstran sehingga tercatat dalam Guinness Book of World Record sebagai aksi demonstrasi anti-perang terbesar di dunia. Namun semua tentangan itu tidaklah dapat mencegah terjadinya Perang Teluk Kedua.

Taktik pertama Amerika di Irak disebut “Black Propaganda”, dengan menggunakan media milik Irak sendiri untuk menyebarkan propaganda mereka. Salah satu contohnya adalah Radio Tikrit, sebuah stasiun radio palsu yang dijalankan pendukung Saddam namun malah berisi informasi-informasi yang pro-Amerika. Contoh lain adalah Amerika seringkali membayar koran-koran Irak untuk menerbitkan artikel yang ditulis oleh tentara Amerika sendiri. Taktik lain dari Amerika adalah melalui kampanye “Voice of America”, yang beritanya benar adanya namun seringkali “disensor” pada bagian-bagian tertentu. Pihak Amerika juga seringkali menggunakan berbagai macam leaflet yang pada dasarnya bersifat pro-Amerika. Berbagai propaganda yang dilakukan Amerika membuat harian Chicago Tribune dan Los Angeles Times menuduh pemerintah Amerika telah memanipulasi pemberitaan di Irak supaya tindakan-tindakan mereka mendapat sorotan dukungan sekaligus untuk menurunkan moral pasukan Irak.

Di negaranya sendiri, Amerika juga menjalankan berbagai propaganda selama perang berlangsung. Masyarakat sejak awal telah memiliki persepsi bahwa invasi ini adalah untuk “memerangi teror”. Dengan pemberitaan Amerika yang bias dan persuasif, pemerintah berhasil mengarahkan pandangan-pandangan negatif masyarakat ke arah Irak. Amerika bertujuan untuk melawan pengaruh Saddam Husein dengan menanamkan image senjata pemusnah massal dan Osama bin Laden kepada presiden Irak tersebut. Berbagai video dan gambar tentang penyiksaan dan kejahatan yang dilakukan pemerintah Irak juga dipaparkan supaya masyarakat beranggapan negatif terhadap musuh Amerika.

Setelah invasi Amerika berakhir, ternyata apa yang didapatkan di Irak tidaklah sesuai dengan tujuan utama serangan tersebut. Walaupun Amerika datang ke Irak untuk “melucuti senjata pemusnah massal”, pada tahun 2005 CIA mengeluarkan sebuah laporan bahwa sama sekali tidak ditemukan senjata pemusnah massal apapun di Irak. Hal ini menguatkan pendapat berbagai pihak bahwa serangan Amerika hanyalah demi minyak yang dimiliki Irak.



D.              Propaganda Melalui Film

            Amerika Serikat dinyatakan sebagai pemenang Perang Dingin setelah keruntuhan Uni Soviet pada tahun 1990, sejak saat itu Amerika Serikat menjadi negara super power dan tanpa tandingan. Tentunya dengan status Negara Super Power jaminan Keamanan Nasional adalah hal yang paling penting untuk dijaga bagi Amerika serikat. Namun ternyata sistem keamanan negaranya mampu diterobos oleh kelompok terrorisme yang melancarkan seranganya ke gedung WTC dengan menabrakkan pesawat komersil pada tanggal 11 september 2001 silam. Kejadian tersebut tentunya membuat Amerika Serikat sebagai negara yang kuat dan maju seolah diremehkan oleh sekelompok terroris yang mampu menembuh Pertahanan Nasional Amerika yang selama ini dikenal sangat ketat,aman dan tanpa celah.

Dengan kejadian 11 September 2001 tersebut maka Amerika Serikatpun berseru untuk melawan terrorisme. Amerika tidak hanya menggunakan konfrontasi militer dengan menyerang negara Afghanistan sebagai Negara terroris namun juga melakukan beberapa kampanye politik (propaganda). FILM pun menjadi salah satu media Propaganda Amerika Serikat di mana sangat jelas sekali ditunjukkan oleh beberapa film garapan Hollywood. Memang film adalah salah satu media yang paling effektif dalam melancarkan serangan udara berupa persuasi bahkan propaganda, dan Hollywood adalah industry film terbesar di dunia yang dikuasai oleh Amerika Serikat. Tentunya film-film garapan Hollywood menjadi senjata yang sangat ampuh untuk melakukan propaganda terrorisme. Menginngat film punya nuansa entertainment yang sangat kental dan secara tidak langsung sadar tidak sadar mampu mendekrontruksi para penontonnya secara perlahan.

Propaganda yang dilakukan oleh AS melalui film-film di Hollywood tentunya sangat berpengaruh besar terhadap persepsi masyarakat dunia yang ikut menonton atau bahkan ikut menikmati film Hollywod tersebut. Daya imajinasi sineas perfilman Hollywood sungguh sangat luar biasa, mereka bisa menempatkan Amerika Serikat sebagai pusat Peradaban Dunia, Pusat kecanggihan militer dunia, pusat kecanggihan technology dan informasi dunia dan juga pusat pengetahuan dunia. Semua hal tersebut dikemas secara rapi dan detail oleh Hollywood.

Dan Amerika Serikat juga punya daya jelajah yang cukup kuat untuk melakukan propaganda. Peranan media massa dan industry film Hollywod menjadi alat perang tersendiri bagi AS. Media sangat berpengaruh penting dalam mempersuasi pikiran bahwan tindakan seseorang. Media juga mampu melakukan konstruksi sosialnya untuk membungkus realitas menjadi suatu idealitas dan hal itu dipercaya karena terus terjadi berulang ulang.

Dengan demikian media massa punya peranan penting untuk bagaimana merekontruksi kondisi social maka jelas sekali Amerika Serikat tetap akan mempertahankan dominasinya melalui berbagai macam propaganda termasuk yang dilakukan melaui film hollywood. Salah satu film buatan AS yang menggambarkan tentang terrorisme yaitu film “Air Force One” dalam film tersebut diceritakan bahwa ada pembajakan pesawat khusus Presiden yang dilakukan oleh terroris yang berasal dari timur tengah. Dalam film tersebut distreotipkan bahwa orang timur tengah (muslim) adalah mewakili tindakan terorisme dunia. Walaupun banyak adegan dalam film tersebut yang kurang masuk akal namun secara tidak langsung akan memperngaruhi penonton tentang bagaimana seorang muslim ini sebagai teroris. Bagi saya ini adalah bentuk proganda yang luar biasa yang dilakukan oleh AS dalam film Hollywood.

Yang menjadi tidak masuk akal yakni bagaimana bisa pesawat kepresidenan AS di bajak oleh segerombolan terroris yang mana pengamanan dan tingkat keamanan pesawat kepresidenan adalah jenis tingkat keamanan yang paling tinggi. Saya melihat ada kekhawatiran yang serius dari pihak AS mengenai perkembangan terrorisme dalam film-film Hollywood.

Walaupun tidak semua film Hollywood bernuansa propaganda namun dari contoh yang saya sebutkan diatas tadi setidaknya memberi gambaran kepada kita bagaimana pintarnya Amerika dalam melancarkan isu-isu propaganda melaui film-film yang dibuatnya.

Industry film Hollywood adalah komunikator yang mempunyai andil besar dalam merumuskan pesan-pesan yang akan disampaikan kepada komunikan. Hollywood sebagai pengelola pesan tentunya akan menampilkan beberapa skema dan ilustrasi yang cantik dalam film-filmnya untuk memberikan gambaran mengenai terrorisme yang terwakili oleh umat muslim. Walaupun ini tidak adil bagi umat muslim namun inilah politik media. Negara seperti Amerika Serikat yang punya perkembangan dan kemajuan yang pesat di wilayah media dan technology medianya akan menggunakan kecanggihan tersebut untuk menunjukkan bahwa AS adalah negara Adidaya dan maju dalam segala bidang.

Sedangkan objek dari komunikator “Hollywood” adalah masyarakat internasional. Mengapa demikian? karena hollywood adalah indsutri perfilman dengan mangsa pasar yakni masyarakat seluruh dunia. Maka komunikan disini bisa juga diartikan sebagai mangsa pasar film itu sendiri. Apabila propaganda yang dilakuakn AS melalui Hollywood berhasil mengubah pandangan masyarakat dunia mengenai terrorisme (dalam artian islam dijadikan label terrorisme) maka AS sudah bisa dianggap berhasil dalam melakukan prinsip dasar komunikasi. Bahkan AS juga bisa dikatakan berhasil menghasutdan mempropaganda public internasional apabila pesan-pesan propaganda tersebut benar ditrima oleh komunikan.

Maka secara jelas AS menggunakan Hollywood sebagai media propaganda untuk bisa mensukseskan tujuan Amerika yakni War on Terrorisme. Selagi mereka juga menyebarkan ide-ide tentang demokrasi yang hari ini dikatakan sebagai sebuah sistem dan ideology yang paling baik didunia. Namun dalam beberapa film yang sudah di sebutkan diatas, ada beberapa adegan yang memperlihatkan bagaimana kalang kabutnya pasukan AS yang dikirim menghadapi terroris walaupun terroris tersebut hanya menggunakan senjata yang biasa saja. Dengan demikian AS juga secara tidak langsung menanggapi secara serius kekuatan terroris tersebut. Inti dari tujuan Amerika Serikat yakni memberikan argumentasi terhadap bahaya terrorisme yang kemudian dikaitkan dengan justifikasi AS untuk menyerang Afghanistan dan Irak.Secara tidak langsung pemerintah AS menggiring opini dunia bahwa yang dia lakukan selama ini adalah benar adanya untuk melawan terrorisme.

Ada beberapa penjelasan mengenai efektifitas propaganda dalam film-film Hollywood. Pertama komunikasi propagandaditujukan untuk mempersuai objek untuk percaya dan meyakini bahwa bentuk komunikasi (produk komunikasi) adalah suatu hal yang benar adanya. Maka bisa dilihat bahwa film-film garapan Hollywood tentang terrorisme tidak hanya yang disebutkan penulis diatas, Hollywood hampir tiap bulan menghasilkan film-film dengan berbagai genre, secara khusu untuk film action biasanya enam bulan sekali selalu release. Dengan demikian AS yang dalam hal ini dianggap sebagai Hollywood secara berulang-ulang memproduksi film action yang bertema-kan terroris, coba kita lihat sekarang ketika kita melihat orang atau sekelompok orang yang memaki celana cingkrang, berjanggut tebal, pake kopiah putih (bagi yang laki-laki), dan menemukan wanita yang berhijab lebar dan memakai cadar maka dalam pikiran kita bisa dikatakan bahwa orang-orang tersebut adalah para penganut faham islam radikal, ekstrimis bahkan bisa dikatakan islam konservatif kiri. Yang lebih berat lagi bahwa mereka terkadang dianalogikan sebagai symbol-simbol pakaian para terroris. Walaupun ini masih menjadi subyektifitas namun hal tersebut jamak terjadi dan agaknya cukup melekat dalam benak masyarakat kita, walaupun tidak semua.

Kedua, jumlah bioskop di Indonesia cukup banyak yakni sekitar 923 bisokop yang hampir ada disetiap ibu kota provinsi di Indonesia ataupun kota-kota besar khusunya di Jawa. Banyak bioskop tersebut juga akan memperngaruhi keseringan masyarakat untuk menonton film, terutama film garapan Hollywood. Dengan mudahnya masyarakat untuk menonton film, maka bisa dianggap komunikasi yang dilakukan Amerika melaui film-film akan cukup mudah untuk mempengaruhi persepsi masyarakat.

Ketiga , maju dan pesatnya kecanggihan teknologi baik hardware maupun software. Dalam bentuk hardware kita sangat mudah menemukan orang yang sudah ahli dan lancar dengan laptop / computer dan smartphone, atau warung-warung internet yang banyak tersedia di pinggir-pinggir jalan. Akses internet yang semakin murah dan mudah, membuat banyak kalangan khususnya mahasiswa dengan mudah bisa mendownload film-film Hollywood. Apabila mereka punya laptop atau PC, maka bisa dikatakan mereka bisa lebih dari sekali menonton film-film Hollywood. Seringnya masyarakat kita mengkonsumsi film garapan AS tersebut maka akan sangat mungkin bahwa pesan-pesan propaganda akan mudah masuk dalam benak masyarakt kita.

Smartphone hampir dimiliki banyak kalangan di masyarakat, baik kelas bawah, menengah maupun atas. Kemudahan akses teknologi inilah yang membuat kinerja komunikasi menjadi baik dan berulang-ulang seperti yang djelaskan Harold lasswel di penjelasan sebelumnya. Komunikasi yang dilakukan secara berulang, dengan sadar atau tidak sadar akan sangat memperngaruhi persepsi bahkan dapat merubah keyakinan. Dalam hukum kebenaran, hal yang dianggap benar secara umum dan disepakati adalah suatu hal yang benar. Kebohongan yang diulang-ulang akan menjadi suatu kebenaran juga.

Kemudahan akses komunikasi pada zaman sekarang sangat memudahkan pihak yang punya kepentingan dan punya sumber daya teknolgi media yang mumpuni akan sangat mudah memperngaruhi persepsi masyarakat. Walaupun dalam beberapa hal, misalkan Abu Rizal dan Harry Tanoe yang memiliki media televisi dan online masih belum mampu memberikan persepsi yang positif terhdap mereka dan tidak juga meningkatkan elektabilitas mereka pada pemilu 2014 yang lalu. Yang perlu diakui bahwa skema propaganda yang dilakukan Amerika Serikat melalui Hollywood bisa dikatan cukup cantik dan tidak terlihat kentara, karena dikemas secara menghibur dan menyenangkan.

E.               Menanggulangi Krisis Komunikasi

Menyampaikan pesan secara tepat kepada publik adalah tanggung jawab yang harus dilakukan. Apalagi ketika terjadi krisis dalam sebuah komunikasi, seorang Public Relations dituntut untuk bisa memberikan langkah terbaik bagi manajemen agar dapat mengendalikan krisis yang terjadi.

Situasi krisispun terjadi tidak dapat diprediksi kapan datangnya, namun ketika krisis tersebut melanda maka stakeholder yang terkait yang menjadi korban atau mengalami dampak yang signifikan dari krisis tersebut haruslah yang menjadi prioritas utama. Oleh karena itu, untuk menangani krisis komunikasi dalam suatu kelompok atau perusahaan ataupun Negara, pihak terkait dapat menerapkan beberapa metode di bawah ini.

Metode ICE (Information, Communication, Evaluation):

1.      Information (Informasi)

Kumpulkan informasi sebanyak mungkin tentang peristiwanya: siapa, apa, kapan, di mana, mengapa, bagaimana dan banyak lagi. Periksa dan cek ulang fakta, dan dapatkan perkembangan terbaru (update) sesering mungkin.



2.      Communication (Komunikasi)

Setelah informasi terkumpul dan diverifikasi, komunikasikan kepada pihak terkait dan stakeholder kunci lainnya, termasuk media yang sesuai. Buat catatan semua permintaan informasi dari setiap kelompok stakeholder.



3.      Evaluation (Evaluasi)

Monitor pemberitaan media dan percakapan online untuk memastikan informasi yang disajikan akurat. Tim penanggulangan krisis harus segera bertindak untuk memperbaiki informasi yang salah atau menyesatkan. Sering meng-update informasi dan memverifikasi kemajuan dalam respons organisasi.





Metode 5C (Care, Commitment, Consistency and Coherency, Clarity, Cooperation) :



1.      Care

Merupakan bentuk perhatian yang mendalam dari internal. Pesan yang  disampaikan dalam elemen Care ini hendaknya menunjukkan rasa peduli dan rasa empati yang sungguh-sungguh dari pihak internal terhadap stakeholder yang terkena dampak krisis. Karena publik akan lebih menerima dan memberikan dampak positif apabila perusahaan menunjukkan kesungguhan dan perhatiannya atas krisis yang sedang  terjadi.



2.      Commitment

Elemen ini menunjukkan tanggung jawab individu, kelompok, perusahaan ataupun negara. Manajemen haruslah menyampaikan pesan kepada publik bahwa pihak tersebut segera bertindak menyelesaikan masalah, menemukan sumber terjadinya krisis dan meminimalisir kemungkinan terjadinya krisis yang sama.



3.      Consistency and Coherency

Merupakan elemen dimana semua pihak menunjukkan konsistensi perhatian dan tanggung jawab atas krisis yang melanda. Ketika krisis sudah terjadi, maka semua pihak dalam kelompok, perusahaan atau negara mulai dari yang jabatan tertinggi hingga para staff harus memberikan pernyataan yang sama. Maksudnya disini adalah ada keseragaman informasi di internal sehingga pesan yang disampaikan kepada publik adalah yang sebenarnya. Elemen ini merupakan output dari manajemen krisis tahapan awal before the crisis dimana manajemen telah menginternalisasi semua pihak internal tentang apa yang harus dilakukan dan dikatakan kepada publik ketika terjadi krisis.



4.      Clarity

Pada elemen ini pihak internal memberikan pesan dengan jelas kepada publik. Pesan yang disampaikan kepada publik haruslah jelas, mudah dipahami, sederhana dan tidak ambigu. Mengapa harus jelas? Tentunya agar pesan tidak diplintir sedemikan rupa sehingga berkembang informasinya menjadi informasi yang salah. Kita harus ingat bahwa di era digital ini orang bisa saja mengolah kembali informasi yang sebenarnya menjadi berita hoax yang malah akan memperkeruh suasana krisis dalam perusahaan ataupun negara. oleh sebab itu pesan haruslah jelas, padat, tidak ambigu dan manis didengar oleh publik.



5.      Cooperation

Perusahaan dalam elemen ini menyampaikan kerjasama dengan pihak terkait dalam menyelesaikan krisis. Pada dasarnya, perusahaan haruslah mengembangkan kerjasama dengan berbagai pihak yang telah dimulai jauh hari sebelum terjadinya krisis. Kerjasama tersebut dilakukan misalnya dengan media, pihak berwajib, pemerintah, juga masyarakat. Kerjasama perlu dilakukan karena bagian dari cara perusahaan dalam mempertahankan image, kontribusi terhadap lingkungan sosial dimana perusahaan berada. Juga sebagai dukungan ketika terjadi krisis, sehingga bisa meredam informasi negatif yang mungkin saja berkembang dalam masyarakat atas kriris yang melanda perusahaan.






PENUTUP



A.      Kesimpulan

Di era digitalisasi saat ini orang-orang sudah bisa bebas dan dengan mudahnya mengeluarkan pendapatnya melalui media terutama media online seperti media social contohnya twitter.

Namun sayangnya ada pula dampak negatif, kebebasan dalam menyampaikan informasi atau berita menjadi di salahgunakan oleh sebagian orang bahkan hingga kalangan artist sekalipun. Contohnya kasus Ahmad Dhani yang di bawa hingga ke pengadilan dimana ia membuat cuitan di akun twitter miliknya yang menajtuhkan pendukung dari Ahok ataupun Ahok sendiri.



B.        Saran

Pada kesempatan ini saya ingin mengingatkan kembali bahwa kebebasan berpendapat atau menyempaikan aspirasi ada batasan-batasannya, dimana kita bebas bersuara selama tidak mengganggu kepentingan individu atau kelompok lain. Para penyampai informasi melalui media saat ini diharapkan dapat menyampaikan informasi, kritik dan pandangan-pandangan pers yang lebih relevan dan bertanggung jawab.

DAFTAR PUSTAKA





http://s3.amazonaws.com



0 comments:

Post a Comment

Komentar Yang Sopan Dan Bisa Bermanfaat untuk Semua :)